Pemerintah baru saja menggulirkan stimulus besar: Rp200 triliun yang dialokasikan melalui bank-bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara). Tujuannya jelas: mendorong likuiditas, mempercepat ekspansi ekonomi, dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tapi, apakah dana sebesar itu benar-benar bisa membawa dampak nyata? Mari kita bedah bersama.
Bagaimana Stimulus Ini Disalurkan?
Dana Rp200 triliun dipindahkan dari kas pemerintah ke bank-bank Himbara, dengan skema berikut:
BNI: Rp55 triliun
Mandiri: Rp55 triliun
BTN: Rp25 triliun
BSI: Rp10 triliun
Bank-bank ini kemudian bertugas menyalurkan dana tersebut ke masyarakat dan dunia usaha. Secara sederhana, uang pemerintah "diputar" melalui sistem perbankan agar bisa menyentuh ekonomi riil.
Risiko Inflasi: Apakah Harus Khawatir?
Banyak pihak langsung waspada pada satu hal: inflasi.
Inflasi biasanya terjadi ketika:
- Uang beredar makin banyak.
- Daya beli masyarakat naik.
Namun tidak semua inflasi buruk. Ada dua jenis inflasi yang perlu dipahami:
Inflasi sehat: terkendali, karena negara sedang tumbuh.
Inflasi tidak sehat: tidak terkendali, harga melesat, atau bahkan deflasi (harga turun drastis).
Karena stimulus kali ini berasal dari pergeseran dana pemerintah (bukan "printing money"), maka risiko inflasi lebih sehat dan terkendali.
Kunci Sukses: Penyaluran yang Tepat Sasaran
Bagaimana dampak Rp200 triliun ini akan terasa, tergantung pada penyalurannya:
- Jika langsung ke masyarakat: uang beredar meningkat, konsumsi terdorong, dan inflasi terkendali bisa memberi sinyal positif.
- Jika ke pebisnis: efeknya lebih luas, karena bisa menyerap tenaga kerja dan menggerakkan mesin ekonomi swasta.
Tantangannya? Stimulus fiskal tidak bisa jalan sendiri. Banyak pelaku usaha masih ragu berekspansi karena ketidakpastian regulasi, biaya sosial, hingga kekhawatiran atas prospek permintaan.
Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?
Agar stimulus Rp200 triliun ini benar-benar berdampak, ada beberapa PR penting:
1. Yakinkan investor & pebisnis untuk ekspansi
Misalnya, jangan sampai pembayaran proyek BUMN menumpuk di akhir tahun, tapi perlu didistribusikan lebih merata.
2. Percepat proyek APBN padat karya
Pekerjaan infrastruktur yang bisa menyerap tenaga kerja harus dijalankan sejak awal, bukan ditunda.
3. Kepastian regulasi
Dunia usaha perlu kejelasan aturan dan minim hambatan, supaya berani memutar roda ekonomi.
Jadi, Apakah Rp200 Triliun Cukup?
Selama inflasi tetap terkendali, justru inilah tanda bahwa ekonomi sedang bergerak sehat.
Kalau semua langkah di atas dijalankan, masyarakat seharusnya bisa merasakan manfaat nyata dari stimulus ini.
Namun jika Rp200 triliun ini tidak disalurkan dengan efektif, dampaknya akan terasa kurang. Uang ini baru bisa menggerakkan ekonomi jika setiap rodanya berfungsi: perbankan yang efisien, dunia usaha yang berani ekspansi, dan pemerintah yang memastikan regulasi jelas.
Sejahtera atau tidak, bukan hanya soal besarnya dana, tapi juga soal bagaimana uang itu bekerja untuk rakyat.