Pemerintah resmi memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian properti hingga 31 Desember 2027.
Kebijakan ini berlaku untuk rumah dengan harga hingga Rp5 miliar, di mana PPN atas nilai Rp2 miliar pertama ditanggung oleh negara.
Perpanjangan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sekitar 40.000 unit rumah per tahun, sekaligus menjaga momentum sektor perumahan di tengah perlambatan konsumsi rumah tangga.
Kebijakan yang Memberi Kepastian Lebih Panjang
Perpanjangan insentif ini memberikan kepastian jangka menengah bagi pengembang dan pembeli.
Setelah sebelumnya hanya berlaku hingga akhir 2024, tambahan waktu tiga tahun memberi ruang bagi pengembang untuk merencanakan proyek dengan lebih baik, serta bagi masyarakat menengah untuk menyiapkan pembelian rumah pertama mereka.
Bagi pasar properti, kebijakan ini berfungsi sebagai demand stabilizer yakni menjaga minat beli tetap bertahan meski kondisi ekonomi global belum sepenuhnya pulih.
Dampak Berantai ke Ekonomi Riil
Sektor perumahan memiliki efek berganda yang kuat terhadap ekonomi.
Setiap aktivitas pembangunan mendorong permintaan di berbagai lini mulai dari semen, baja ringan, hingga furnitur dan jasa desain interior.
Dengan kebijakan PPN DTP yang diperpanjang, rantai pasok konstruksi dan manufaktur berpotensi kembali meningkat, menciptakan lapangan kerja dan memperkuat pertumbuhan ekonomi regional.
Data dari Real Estate Indonesia (REI) menunjukkan adanya pemulihan penjualan 10–15% YoY sejak insentif ini diterapkan pada 2024 yang menjadi sinyal bahwa stimulus fiskal di sektor ini mulai menunjukkan hasil.
Dampak Strategis bagi Emiten Properti
Bagi emiten properti besar seperti Ciputra (CTRA), Bumi Serpong Damai (BSDE), Summarecon (SMRA), Pakuwon (PWON), dan Delta Mas (DMAS), perpanjangan PPN DTP memberi visibilitas harga dan permintaan yang lebih stabil.
Segmen hunian dengan harga di kisaran Rp1–2 miliar menjadi lebih kompetitif, mendorong pipeline proyek baru yang menyasar kalangan menengah.
Selain itu, kebijakan ini juga membantu menjaga likuiditas pasar dan mengurangi tekanan inventory, yang selama dua tahun terakhir menjadi tantangan utama bagi pengembang.
Implikasi terhadap Prospek Pertumbuhan
Dari perspektif makro, kebijakan ini berkontribusi pada stabilitas konsumsi domestik dan investasi non-BUMN di sektor riil.
Pemerintah memanfaatkan stimulus fiskal secara lebih terarah yang bukan hanya untuk menjaga daya beli, tetapi juga menopang kontribusi sektor konstruksi terhadap PDB, yang selama ini menjadi salah satu motor pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Our Take
Bagi investor, kebijakan ini menegaskan arah kebijakan pemerintah yang konsisten mendukung pertumbuhan berbasis sektor domestik.
Dengan kepastian hingga 2027, sektor properti kembali punya visibility, baik dari sisi permintaan maupun keberlanjutan proyek yang bisa menjadi katalis positif bagi perekonomian dan pasar modal Indonesia.