The Paradox of Rate Cuts: Lower Rates Don’t Always Heal the Market!

media-image

“Whenever you find yourself on the side of the majority, it is time to pause and reflect” - Mark Twain.

Reli di pasar saham global maupun domestik yang terjadi akhir-akhir ini tak lepas dari kuatnya ekspektasi investor terhadap pemangkasan suku bunga (rate cut). Kini, The Fed menjadi sorotan utama karena ‘dianggap tertinggal’ dibandingkan bank sentral lain dalam memangkas suku bunga. 
 

Not to mention, Bank Indonesia bahkan telah memangkas BI Rate sebanyak 4x sepanjang 2025 dari level 6% ke 5%. Artinya, BI memutuskan untuk mengambil aksi ahead the curve dengan pertimbangan : (1) inflasi yang terkendali di 1,5% - 3,5% ; (2) Rupiah stabil dan (3) perlunya mendongkrak ekonomi.  

Paradox of Rate Cut

“Lower rates = Higher bond and stock price”
Belief tersebut diyakini investor dan sekaligus menjadi katalis kuat yang mendorong reli pasar saham global maupun domestik.

Jika melihat data historis,
IHSG memang cenderung menguat ketika suku bunga dipangkas, seperti yang terjadi pada tahun 2008-2009 (IHSG +87%) dan tahun 2016 (IHSG +15%) dalam kurun waktu 8-9 bulan pasca pemangkasan suku bunga. 

Jika melihat kondisi saat ini,
Ketika BI Rate dipangkas 4x sejak awal 2025 dari 6% ke 5%, nyatanya saham-saham yang 'biasanya' sensitif terhadap perubahan suku bunga malah flat dan cenderung terkoreksi. 

What we’re seeing now :
- Sektor perbankan yang diwakili oleh 5 perbankan besar (BBCA, BBRI, BBNI, BMRI dan BBTN) malah turun avg. -13%YTD dan berada di level harga yang sama dengan tahun 2022. 
- Sektor properti yang diwakili oleh 4 big property developers (BSDE, CTRA, SMRA dan PWON) masih tertekan -4%YTD dan masih berada di level harga yang sama dengan tahun 2020.
- Sektor infrastruktur yang diwakili oleh TLKM dan JSMR juga masih tertahan di level harga yang sama dengan tahun 2020.

It's NOT about the rate.. It's ALL about the economy!
Kenyataan bahwa lower rate tak serta merta membangkitkan beberapa saham tertentu menggambarkan bahwa ada faktor lain yang harus diperhatikan investor. Pasalnya, pasar saham merupakan salah satu cerminan ekonomi yang bersifat forward looking machine.

 

Dua faktor penting yang kini sedang disoroti adalah : 
- Perputaran uang (M2) yang sangat rendah dan terus menurun sejak 2007. Ketika M2 melandai, pergerakan IHSG pun relatif terbatas. 
- Revisi earnings perusahaan yang lebih rendah dan sekaligus menggambarkan kondisi ekonomi real yang sedang lesu, baik dari segi produksi maupun konsumsi.

Permasalahan tersebut (sayangnya) tak bisa terselesaikan dengan mudah dan cepat ‘hanya’ dengan memangkas suku bunga. Transmisi positif dari efek pemangkasan BI Rate terhadap ekonomi tentu membutuhkan waktu.

In today’s market, rallies can unfold in an instant, as buying and selling is just a click away. So, stay wise!

Check out the full story in our latest Market Insight : syailendracapital.com/investment-report